Pages

Selasa, 01 Oktober 2013

When You're Back

When You're Back

"Min Hwa, aku harus berangkat ke Amerika sekarang. Kau baik-baik saja ya di sini." Jason berpamitan.
"Iya, oppa. Oppa juga, di sana harus baik-baik saja."
"Iya, tentu saja. Oh, ya, jangan lupa kau rawat semua benda-benda dariku ya!"
"Baik oppa, aku pasti akan menjaganya."
"Oke. Aku berangkat ya, kau jangan menangis. Aku pasti akan kembali lagi kok!"
Min Hwa mengangguk. Jason masuk ke dalam mobil yang terparkir di depan halaman rumah Min Hwa.
"Jason oppa, cepat kembali ya!" seru Min Hwa dari halaman rumahnya.
Jason yang ada di dalam mobil tersenyum dan melambaikan tangannya. Suara mesin mobil mulai menderu. Dia pun memulai perjalanannya ke Amerika, tempat dia dilahirkan.
Min Hwa yang dari tadi menahan tangisnya langsung masuk ke dalam rumah sambil menangis. Ibunya akan menyusul untuk menenangkan gadis berusia 11 tahun itu, tapi Min Hwa tidak mau. Min Hwa akan belajar untuk mengatasi sendiri rasa sedihnya itu. Dia pun memulai hari-hari tanpa Jason, sahabat sekaligus tetangganya dari kelas 1 SD yang kini harus meninggalkan Korea Selatan untuk kembali ke tanah kelahirannya, Amerika.

***

Hari ini semua anak sekelasku sedang heboh membicarakan seperti apakah itu anak baru pindahan dari Amerika yang akan masuk ke sekolahku, lebih tepatnya lagi ke kelasku. Tapi aku tidak terlalu menghiraukannya. Yang penting kalau dia orangnya asik, aku akan terima dengan baik. Kalau tidak, ya tidak. Akan ku biarkan saja, selama itu tidak ada pengaruhnya bagiku.
Oh, ya! Aku Kang Min Hwa, siswi kelas 10 Cheong Da High School. Aku sudah satu semester bersekolah di sini. Pagi ini aku sedang menyusuri koridor sekolahku sambil membawa setumpuk buku titipan dari Pak Lee, guru Fisika yang tentu saja berat. Hanya karena aku sedang berjalan di depan kantor guru sendirian, aku jadi dititipi buku sebanyak ini. Tiba-tiba handphone-ku berbunyi. Ada pesan dari Dae Young, sahabatku. Aku membacanya. Oh, tidak! Aku harus cepat-cepat memberikan setumpuk buku ini ke anak-anak kelasku.
BRUKKK!
"Oh, tidak!" aku bertabrakan dengan seseorang. Buku-buku yang sedang kubawa berhamburan kemana-mana. Aku langsung merapikan buku-buku itu.
"Oh, sorry! Maaf, maaf. Aku tidak sengaja," kata orang yang menabraku itu sambil ikut merapikan buku-buku itu.
"Iya, oke. Tidak apa-apa."
Setelah semua buku itu rapi, aku dan orang itu sama-sama berdiri.
"Terimakasih ya," kataku sambil mencoba melihat wajahnya.
"Iya, aku juga minta maaf." dia menatapku. Aku juga menatapnya, rasanya aku mengenalnya dan sudah pernah melihatnya sebelumnya. Tapi, siapa? Aku melihat bed namanya.
"Ja, Jason Kim. Jason oppa?" gumamku sambil terus menatap laki-laki yang ada di depanku ini.
"Betul sekali! Terimakasih Tuhan, Kang Min Hwa masih mengingatku." Jason tersenyum lebar.
"Benar kau Jason oppa?" aku masih sedikit ragu. Bagaimana tidak, sudah lima tahun aku tidak melihatnya. Tentu dia sudah jauh berbeda dari dulu. Dulu, terakhir kali aku melihatnya, dia masih kelas 5 SD.
"Iya, aku Jason Kim yang dulu tetanggamu! Dan sekarang akan menjadi tetanggamu lagi." Jason oppa memegang bahuku.
Aku tersenyum, kemudian tertawa, dan tak terasa air mataku menetes karena aku terharu. Iya, aku sangat bahagia bisa melihat Jason oppa lagi.
"Kenapa kau menangis?" tanya Jason oppa. "Aku membuatmu sedih ya?"
Aku menggeleng. "Bukan itu, oppa. Jason oppa malah membuatku bahagia. Saking bahagianya, air mataku sampai menetes." jawabku.
"Syukurlah kalau aku membuatmu bahagia. Tapi, kau jangan menangis, oke?"
"Iya, aku tidak menangis, tapi terharu." Aku mengelap air mataku. Aku sampai lupa kalau aku harus segera menyerahkan setumpuk buku ini ke anak-anak kelasku.
"Oh, ya ampun! Oppa, aku harus cepat mengantarkan setumpuk buku ini ke kelasku. Aku pergi dulu, ya?"
"Tunggu, biar ku bantu saja." Jason oppa mengambil sebagian besar buku-buku yang ada di tanganku.
"Apa tidak apa-apa, oppa?"
"Iya, tidak apa-apa. Ayo cepat! Kelasmu di mana?"
"Kelas 10-5, di atas. Nanti ku tunjukkan jalanya."
Kami mulai berjalan cepat menyusuri koridor. Tiba-tiba Jason oppa mengagetkanku.
"Min Hwa!"
"Eh, iya, oppa?"
"Kelasmu benar 10-5?" tanyanya.
"Iya, benar oppa. Memangnya kenapa?" aku berbalik tanya.
"Itu kelasku juga. Sungguh!" jawab Jason oppa.
Jason oppa sekelas denganku? Ya Tuhan, aku senang sekali mendengarnya. Tidak lama kemudian, aku dan Jason oppa sampai di depan kelas kami. Aku masuk ke dalam lebih dulu, tentu saja aku langsung diprotes oleh teman-temanku karena aku sampai lama sekali. Tapi, begitu Jason oppa masuk, mereka langsung diam dan terbengong-bengong.
Setelah meletakkan buku di meja guru, aku pun melancarkan aksiku dengan mengenalkan Jason oppa di depan seluruh anak kelas 10-5. Aksiku langsung memecahkan rasa penasaran semua anak-anak kelasku tentang anak baru yang sedang heboh dibicarakan itu. Jason oppa memang memiliki wajah yang tampan, pantas saja setelah aku mengenalkan Jason oppa, banyak anak-anak perempuan yang terlihat terpesona dan langsung membicarakan Jason oppa. Haha, Jason oppa juga cukup bisa membuatku meleleh. Eh, tapi aku dan Jason oppa adalah sahabat kok!
Sampai suatu hari, waktu aku dan Jason oppa sedang duduk-duduk di teras rumahku, dia mengatakan sesuatu kepadaku.
“Min Hwa, aku merasa kita bukan hanya sekedar sahabat saja,”
“Kenapa? “ tanyaku bingung.
“Begini saja, aku menganggapmu bukan hanya sebatas sahabat biasa saja, tetapi lebih dari itu. Aku merasakan ini sejak aku kembali ke sini. Aku suka denganmu, Min Hwa.”
Ya Tuhan, Jason oppa sungguh membuatku bingung, sangat bingung. Aku harus bagaimana? Aku sebenarnya juga menyukai Jason oppa, tetapi aku tidak mau kalau sampai akhirnya persahabatan kami hancur hanya karena rasa cinta. Seperti kisah-kisah yang sudah pernah ada dan sering aku jumpai. Sungguh! Aku tidak mau!
“Tapi oppa, kurasa waktunya belum tepat. Aku masih ingin kita bersahabat dulu. Soal itu, dipikir nanti saja ya?” aku memberanikan diri mengatakan seperti ini kepada Jason oppa. “Aku tidak mau kalau setelah itu, kita tidak bisa menjaga persahabatan baik kita yang sudah ada dari dulu, dari  kita kelas 1 SD. Aku benar-benar tidak mau.” lanjutku.
“Baiklah, aku mengerti kok. Oke, kita bersahabat dulu saja ya? Tapi bersahabatnya seperti orang pacaran, ya?” Jason oppa mencubit pipiku.
“Oppa! Kau itu!” aku balas mencubit pipi Jason oppa. Akhirnya kami berkejaran di halaman, seperti apa yang sering kami lakukan dulu.
Soal perasaan yang lebih dari sahabat, atau lebih mudahnya cinta yang kami rasakan, entahlah. Biarkan saja takdir yang akan mengaturnya. Yang penting kami sudah menjadi sahabat lagi. Sahabat sejati yang akan selalu ada di setiap suka dan duka. Sahabat sejati yang takkan mudah tergoyahkan hanya karena rasa cinta yang tak mau diajak kompromi. Dan bagaimanapun juga, kami akan tetap menjadi sahabat, semoga selamanya, sampai hidup ini berakhir.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Follow Me

Instagram