Cerpen ini gue buat dari ide temen gue yaitu Annisa Dwi Ayyuhan. Selamat membaca! ^^
Penggila Pink
Fasha. Gue biasa dipanggil kayak gitu
tiap harinya, padahal itu nggak tercantum dalam deretan nama gue. Loh, kok
bisa? Iya, nama gue Deffa Shandwia, dan Fasha itu singkatan dari nama gue. Oh,
ya! Lo pada jangan heran ya kalo lihat gue. Kenapa? Karena setiap hari, gue
pasti pake benda yang berwarna pink. Itu pasti! Dari tas sekolah sampai jam
tangan gue warnanya pink semua. Belum lagi kalo lo lihat seisi kamar gue. Dari
mulai cat, seprei sampai barang-barang kecil di kamar gue serba pink deh
pokoknya! Ya, walaupun nggak semuanya pink sih, tapi sebagian besar warnanya
pink.
Gue emang terobsesi banget sama yang
namanya warna pink. Entah sejak kapan, gue suka sama yang namanya warna pink.
Sampai semua barang-barang yang gue punya, warnanya harus pink. Iya, itu harus.
Lo jangan mikir gue gila karena emang gue tergila-gila sama warna pink.
Pokoknya, pink itu warna terindah yang ada di dunia ini, menurut gue gitu.
Teman-teman gue di sekolah juga memberi
predikat gue sebagai Miss Pink. Bahkan ada yang manggil gue dengan sebutan
Pink. Emang gue penyanyi luar negeri itu apa? Ya, tapi nggak apa-apa sih,
selama itu masih berkaitan dengan warna pink.
Sore ini, Mevia sama Shanya lagi main ke
rumah gue. Kebetulan gue juga lagi sendirian di rumah. Gue jadi nggak boring.
Begitu masuk rumah gue, Mevia langsung ngambil sesuatu dari tasnya. Biasanya
sih, dia bawa katalog.
"Fasha! Liat nih katalog fashion
terbaru, ada sendal cantik banget! Warnanya pink lagi," seru Mevia dengan
hebohnya. Bener aja, dia bawa katalog.
"Mana, mana? Sini-sini cepet gue mau
liat!" Gue yang tadinya lagi sibuk sama HP gue, langsung gue tinggalin
gitu aja.
"Tuh, bagus kan?" Mevia ngasih
katalog itu ke gue.
Gue langsung liat gambar sepatu itu.
"Iya, bener, Vi. Gila, ini cantik banget!"
"Gue liat dong!" Shanya duduk
di sebelah gue. "Eh, gila! Bener deh ini bagus banget!" Shanya
ikut-ikutan heboh.
"Tapi sayang, warnanya cuma pink
sama coklat. Nggak ada warna ungu sama hijaunya. Limited edition lagi. Kalau
ada kan, kita bisa kembaran bertiga, ya nggak?" kata Mevia.
"Iya bener banget! Tapi ini
keberuntungan lo, Sha," lanjut Shanya.
"Iya yah, sayang banget! Hehe... Iya
nih, gue seneng banget. Tapi gue belum tentu beli beneran kan?"
"Lah, lo pasti beli beneran! Pasti
itu!" Mevia ngotot.
"Ngotot banget lo, Vi?" ledek
gue.
"Bukan, bukan ngotot! Gue cuma
ngasih opini aja," bantah Mevia.
"Tapi heboh amat ya?"
"Ya, gitu juga boleh lah!"
Mevia pasrah.
"Hahahaha..."
Kehebohan ini terus berlanjut. Katalog
kali ini memang banyak memuat barang-barang baru yang super kece. Jadi ya, gue
sama dua sahabat baik gue ini heboh banget.
Sore yang heboh gara-gara sendal keren di
katalog fashion itu cepet berakhir. Mama gue pulang, mereka juga nyusul pulang
ke rumah masing-masing karena waktu menunjukkan hampir pukul 5 sore. Tapi katalognya
gue minta supaya ditinggal, soalnya gue mau nunjukkin ke Mama, siapa tau Mama
mau beliin. Haha, semoga aja deh.
Malemnya, gue melancarkan aksi gue. Gue
duduk di depan TV sambil bawa katalog. Volume TV sengaja gue kerasin, tapi
guenya justru asik liat-liat katalog, biar menarik perhatian Mama gitu. Hihi...
"Lagi ngapain kamu?" tanya
Mama. Bener aja, nggak perlu nunggu lama, Mama udah tertarik sama apa yang gue
lakuin kali ini.
"Liat katalog, Ma." jawab gue
dengan semangat.
"Katalog apa? Lah, belajarnya kapan?
Terus itu TV volumenya dikecilin! Nggak lagi ditonton juga,"
"Katalog fashion, Ma. Mama tenang
aja, aku udah belajar kok! Hehe, iyadeh aku kecilin volumenya. Habisnya ini Ma,
barang-barangnya bagus banget!" gue ngecilin volume TV, habis itu nunjukin
katalognya ke Mama.
Mama duduk di sebelah gue sambil ikut
liat katalognya. "Iya, ya, bagus-bagus."
"Nih, Ma, terutama sendal ini, Ma.
Bagus banget kan? Warna pink lagi," gue bersemangat banget nunjukkin
sendal itu. Berharap Mama mau beliin.
Mama diam sejenak, gue agak harap-harap
cemas.
"Kamu pengin?" tanya Mama.
Yeay! Mama tau apa yang gue pikirin!
"Hehe... Habisnya bagus sih Ma,
warnanya pink juga."
"Iya, iya. Besok atau kapan Mama
beliin."
"Hehe... Makasih, Ma,"
Gue bersorak dalam hati. Seneng deh, Mama
kali ini lagi pengertian banget ke gue. Bisa tidur nyenyak deh gue malem ini.
Hari ini gue capek banget. Begitu pulang
sekolah gue langsung tiduran di kasur. Tapi, kok ini rumah kayak sepi banget
ya? Gue ke dapur buat ambil minum. Sepi. Mama juga nggak ada. Lagi pergi kali
ya. Tiba-tiba, gue denger suara pintu dibuka. Gue lari ke depan. Oh, ternyata
Mama. Bener aja, Mama habis pergi. Tapi, dari mana ya?
"Fasha, Mama beliin sendal tuh! Buka
sendiri," Mama meletakkan plastik berisi dus sendal di dalamnya di meja
ruang tamu. Jadi, Mama habis beliin gue sendal. Yeay! Asik banget! Mama gue
emang Mama yang paling top sedunia!
"Iya, Ma!" gue bersemangat
banget buat liat sendal itu. Gue buka secepatnya. Tapi, oh, tidak!
"Mamaaa! Kok sendalnya bukan warna pink
sih?"
"Katanya kamu pengin sendal yang
kayak gitu?"
"Iya, sih, Ma. Tapi masa warnanya
coklat sih? Kan aku sukanya warna pink. Yang pink ada kan?"
"Tapi, kalau menurut Mama, bagusan
yang warna coklat."
"Yah, tapi kalo menurut aku bagusan
warna pink, Ma. Kalo warna coklat aku nggak mau ah!"
"Nggak mau apa? Nggak mau
make?"
"Kan bukan warna pink, Ma. Aku
sukanya yang warna pink, nggak suka warna lainnya."
"Kamu itu apa-apanya kok harus warna
pink sih? Warna lain juga banyak kok, bagus lagi. Kamu kan udah gede, udah
kelas 3 SMP, jangan kayak anak kecil! Maunya ngotot itu-itu aja! Warna coklat
kan bagus juga. Yang penting sendalnya kayak gitu kan? Mama udah beliin
juga,"
Gue diam. Bete banget rasanya. Udah bete
gara-gara sendalnya bukan warna pink, eh malah ditambahin dimarahin sama Mama.
Betenya!
"Iya, Ma," kata gue pelan.
Tiba-tiba pintu diketuk. Gue buka
pintunya. Ternyata Kak Danty. Gue yang lagi bete, nggak bisa nyapa Kak Danty
duluan, kayak yang biasa gue lakuin tiap kali Kak Danty datang.
"Lagi kenapa kamu? Kok kayak lesu
gitu?" tanya Kak Danty.
"Habis dibeliin sendal sama Mama,
tapi salah warna." jawab gue males-malesan.
"Tuh, adikmu, Dan. Dibeliin sendal
cuma salah warna aja, udah gitu." kata Mama.
"Emangnya, salah warna gimana,
Ma?"
"Lah itu, maunya Fasha kan warna
pink, nah Mama belinya warna coklat. Terus nggak mau make. Padahal yang warna
coklat lebih bagus daripada yang warna pink." jelas Mama. Gue cuma diam
aja dengerin penjelasan Mama.
"Oh, gitu ya, Ma. Fasha,
Fasha," Kak Danty ngacak-acak rambut gue. "Coba liat mana
sendalnya?"
"Ini, Kak," gue nunjukkin
sendalnya ke Kak Danty.
"Ini kan bagus, Sha! Kok kamu nggak
mau make?" tanya Kak Danty sambil nyoba sendal itu.
"Bukan warna pink, Kak," kata
gue pelan karena saking betenya.
"Fasha mah, apa-apanya harus serba
pink." kata Mama.
Kak Danty diam sejenak, lalu menghela
nafas. "Ya udah lah Ma, biarin aja Fasha apa-apanya serba pink selama itu
masih wajar. Fasha juga, lain kali jangan kayak gini! Mama kan udah usahain
buat beli. Terus, berarti kalau kamu beli apa-apa, wajib beli sendiri."
"Loh, kok wajib sih?" tanya gue
spontan.
"Tuh, dengerin dulu Kakak kamu,
Sha!" perintah Mama.
"Iya, iya, Ma. Tapi kenapa harus
wajib?"
"Iya, bukan wajib deh, tapi
harus." kata Kak Danty.
"Sama aja kali Kak,"
"Ya udah, daripada nggak kepake,
sendalnya buat Kak Danty aja ya? Lagian cuma kegedean dikit. Boleh kan,
Sha?"
"Huft... Iya deh, buat Kak Danty
aja." gue membolehkan, walaupun sebenarnya sayang juga sih, tapi warnanya
itu lho yang bikin gue males makenya.
"Mama jadi beliin sendal buat Kak
Danty, deh." kata Mama.
"Hehe, iya Ma. Makasih, Ma. Makasih
juga, Sha, jangan manyun terus!"
"Iya, iya Kak,"
Pada akhirnya, sendal itu harus jadi
punyanya Kak Danty. Gue suka banget modelnya, bener-bener bagus. Apalagi kalo
warnanya pink. Cantik banget deh! Tapi, itu warna coklat, daripada nggak
kepake, lebih baik buat Kak Danty aja walaupun agak kegedean sedikit. Tapi, gue
masih pengen yang warna pink. Karena kecintaan dan kegilaan gue sama warna pink
itu nggak bakal bisa diganti sama warna lain. Pokoknya gue, Deffa Shandwia
nggak bakalan bisa lepas dari warna pink. Iya, itu pasti.
0 komentar:
Posting Komentar