A.
Masa Pemerintahan Presiden B. J. Habibie
1.
Presiden B. J. Habibie
Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir di Parepare, Sulawesi
Selatan, 25 Juni 1936) adalah Presiden
Republik Indonesia
yang ketiga. Beliau menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR
hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai
wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie merupakan
Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.
2.
Masa Kepresidenan B. J. Habibie
Habibie mewarisi kondisi keadaan
negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya
kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah
memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah
satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan
ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada
kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pada era pemerintahannya yang
singkat ia berhasil memberikan landasan kokoh bagi Indonesia, pada eranya
dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai
Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah. Melalui penerapan UU otonomi
daerah inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan
di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan
mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.
Pengangkatan B.J. Habibie sebagai
Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia.
Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu
sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila
Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya".
Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap
tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945
yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden
harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR".
Langkah-langkah yang dilakukan BJ
Habibie di bidang politik adalah:
·
Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya
sehingga banyak bermunculan partai-partai politik baru yakni sebanyak 48 partai
politik
·
Membebaskan narapidana politik (napol) seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden
Soeharto) dan Muchtar
Pakpahan (pemimpin buruh yang
dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan di Medan
tahun 1994)
·
Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen
·
Membentuk tiga undang-undang yang demokratis yaitu :
1.
UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
2.
UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu
3.
UU No. 4 tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR
·
Menetapkan 12 Ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan
jawaban dari tuntutan reformasi yaitu :
1.
Tap MPR No. VIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap No. IV/MPR/1983
tentang Referendum
2.
Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No.
II/MPR/1978 tentang Pancasila sebagai azas tunggal
3.
Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No.
V/MPR/1978 tentang Presiden mendapat mandat dari MPR untuk memiliki hak-hak dan
Kebijakan di luar batas perundang-undangan
4.
Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa jabatan
Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua kali periode.
12
Ketetapan MPR antara lain :
1.
Tap MPR No. X/MPR/1998, tentang pokok-pokok reformasi pembangunan
dalam rangka penyelematan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan
negara
2.
Tap MPR No. XI/MPR/1998, tentang penyelenggaraan negara yang
bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme
3.
Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang pembatasan masa jabatan
presiden dan wakil presiden Republik Indonesia
4.
Tap MPR No. XV/MPR/1998, tentang penyelenggaraan Otonomi daerah
5.
Tap MPR No. XVI/MPR/1998, tentang politik ekonomi dalam rangka
demokrasi ekonomi
6.
Tap MPR No. XVII/MPR/1998, tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
7.
Tap MPR No. VII/MPR/1998, tentang perubahan dan tambahan atas Tap
MPR No. I/MPR/1998 tentang peraturan tata tertib MPR
8.
Tap MPR No. XIV/MPR/1998, tentang Pemilihan Umum
9.
Tap MPR No. III/V/MPR/1998, tentang referendum
10. Tap MPR No. IX/MPR/1998, tentang GBHN
11. Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pemberian tugas dan
wewenang khusus kepada Presiden/mandataris MPR dalam rangka menyukseskan dan
pengamanan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila
12. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Di bidang ekonomi, ia berhasil
memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000 –
Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya
ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS
nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya.
Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi
perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi
Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
·
Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui
pembentukan BPPN dan unit Pengelola Aset Negara
·
Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
·
Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar
negeri
·
Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan yang Tidak Sehat
·
Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Salah satu kesalahan yang dinilai
pihak oposisi terbesar adalah setelah menjabat sebagai Presiden, B.J. Habibie
memperbolehkan diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), ia mengajukan hal yang cukup
menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor
Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia.
Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara
terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999. Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh sebagian
warga negara Indonesia, tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang
sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur.
Kasus inilah yang mendorong pihak
oposisi yang tidak puas dengan latar belakang Habibie semakin giat menjatuhkan
Habibie. Upaya ini akhirnya berhasil dilakukan pada Sidang Umum 1999, ia
memutuskan tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya
ditolak oleh MPR.
0 komentar:
Posting Komentar